Senin, 17 November 2014




Contoh studi kasus: Jangan Segel (Lagi) Sekolah Kami (Kedungdung, Sampang)

Salah satu penunjang kegiatan belajar mengajar bagi siswa sekolah adalah tersedianya sarana prasarana yang memadai seperti gedung sekolah. Tak dapat dibayangkan bagaimana jika proses belajar mengajar berjalan tanpa adanya gedung dan ruangan kelas, sebagaimana biasanya sebuah lembaga pendidikan?

Potret Buram Dunia Pendidikan Kita
Tapi itulah yang kerap terjadi di banyak daerah di negeri kita.Penyebabnya bermacam-macam.Dari yang karena kondisi bangunan gedung sekolah yang tak memadai hingga yang karena bangunan sekolah disegel ahli waris pemilik tanah areal sekolah akibat sengketa lahan.Akhirnya para siswa pun terlantar tak bisa belajar.
Itulah fakta sangat ironis di tengah klaim pemerintah tentang keberhasilan pembangunan di sektor pendidikan. Lebih tragisnya lagi, kejadian semacam itu tak hanya terjadi di wilayah-wilayah pelosok desa, namun juga di kota-kota besar yang informasi tentangnya relatif gampang diakses dan dari sisi tempat pun sangat mudah dijangkau para pihak terkait, dalam hal ini pemerintah daerah dan lebih khusus lagi dinas pendidikan setempat. Bahkan tak hanya terjadi pada sekolah-sekolah swasta, namun sebagian besar juga menimpa sekolah-sekolah negeri, baik tingkat SD, SMP, hingga SMA.
Dimana saja kejadian penyegelan gedung sekolah itu terjadi? Sampai kapan akan ada solusi komprehensif dari pemerintah pusat agar kejadian memalukan dunia pendidikan di negeri kita itu dari tahun ke tahun tak selalu berulang? Berikut ini kami sajikan di antaranya.

Kedungdung, Sampang
Bangunan SDN (Sekolah Dasar Negeri) Rohayu 2 yang terdapat di Desa Rohayu Kecamatan Kedungdung Kabupaten Sampang dirusak warga.Akibatnya, siswa menjadi terlantar karena tak lagi memiliki tempat belajar untuk menampung mereka.Sementara kegiatan belajar para siswa tersebut ditampung di sebuah rumah seorang warga setempat yang bernama Mbah Lipah yang lokasinya tak jauh dari bekas bangunan sekolah SDN Rohayu 2.Janda yang dalam kesehariannya hanya tinggal seorang diri di rumah tersebut merelakan rumahnya dijadikan tempat belajar para murid sekolah, bahkan dia mengaku sangat senang karena rumahnya tak lagi sepi seperti biasanya.
“Saya senang dapat menolong mereka, semua saya ikhlaskan sebagai bekal setelah saya mati nanti,” ungkapnya tulus.Sementara Suprayitno Kepala SDN Rohayu tersebut mengungkapkan, “Kami sudah membeli tanah seluas 20 x 25 meter milik Haji Seini seharga 14 juta rupiah dengan cara dicicil dan untuk membayar tanah tersebut kami memakai dana sisa dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah), sedangkan biaya untuk pembangunan gedung sekolah baru, kami menunggu dana DAK (Dana Alokasi Khusus) dari bantuan pemerintah yang rencananya akan direalisasikan pada bulan Juni dan kami sudah mengusulkan kepada pemerintah seorang penjaga sekolah untuk mencegah dan mengantisipasi hal-hal yang tidak kami inginkan yaitu anak dari Bapak Haji Seini dan sekaligus kami jadikan tenaga pesuruh,” jelasnya.
Ditanya perihal pengrusakan sekolah tersebut Suprayitno mengaku tidak tahu persis modus operandinya, “Saya hanya menjalankan tugas di sini, sedangkan tempat tinggal saya di Omben, jadi saya tidak tahu persis kejadiannya, setelah saya sampai di sekolah jam 7 pagi, tiba-tiba saya lihat bangunan sekolah sudah rata dengan tanah.Saya terkejut, karena tidak ada sisa bangunan sama sekali, asbes (atap), kayu, batu bata sampai besi penopang asbesnya sudah hilang dijarah, jadi setahu saya bangunan tersebut sudah tidak ada sisanya,” tambahnya dengan nada kecewa.
 “Sebenarnya di tahun 2011 kemarin sekolah kami mendapatkan bantuan dana DAK dari pemerintah, untuk membangun gedung baru tapi hanya 1 lokal, sedangkan gedung sekolah kami 3 lokal yang semuanya rusak parah dan kondisinya hampir rubuh. Tapi pihak ahli waris melarang untuk dibangun sebelum kasus sengketa tanah tersebut diselesaikan terlebih dahulu sebagaimana persyaratan yang diajukan, sehingga rencana pembangunan gedung tersebut dibatalkan, dan dialihkan ke lembaga lain,” kata Kepala Sekolah yang sebentar lagi pensiun ini.
SDN Rohayu 2 memiliki siswa sebanyak 103 dan tenaga pengajar 9 orang yang terdiri dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) 6 orang dan Tenaga Sukarelawan 3 orang, dan sekolah tersebut awalnya berdiri di atas tanah seluas 15 x 9 meter yang diakui milik Rohmah yang merupakan cucu dari Kepala Desa terdahulu.
Hal ini ditanggapi oleh Farid Budi Setiawan salah seorang aktifis LSM Bongkar, menurutnya kasus SDN Rohayu 2 merupakan segelintir kasus tentang sengketa tanah yang terjadi di Kabupaten Sampang khususnya Kecamatan Kedungdung, sementara dari 52 lembaga SDN yang ada, hanya 5 lembaga yang tanahnya bersertifikat, sementara sisanya masih atas nama pemilik perorangan.
“Memang sebagian sudah ada ikatan perjanjian antara pihak sekolah dalam hal ini pihak Dinas Pendidikan dengan pemilik tanah, asalkan tenaga pesuruh atau penjaga sekolah tersebut berasal dari pihak keluarga dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka pihaknya tidak akan mempermasalahkan perihal tanah tersebut,” ungkapnya.Ia juga mengungkaplkan seharusnya pemerintah melalui dinas terkait punya tanggapan serius terhadap masalah ini.“Jika dibiarkan berlarut-larut tanpa adanya solusi ataupun penyelesaian secara serius maka yang akan menjadi korban adalah siswa yang tak berdosa, dan kasus tanah sengketa di sekolah-sekolah akan menjadi bom waktu yang mana pada suatu saat nanti akan bergejolak,” tanggapnya.
Sementara Fauzan, seorang aktifis Yabina Darling (Yayasan Bina Sadar Lingkungan) mengatakan, “Selama ini di Kabupaten Sampang banyak terjadi kasus sengketa tanah sekolah yang berbuntut pada penyegelan oleh si pemilik tanah, dan bukan hal yang tidak mungkin kemudian hari akan muncul lagi kasus-kasus seperti ini, karena masyarakat sekarang sudah tidak bisa dibohongi dan dibodohi lagi.”
Salah satu contoh kasus sengketa tanah sekolah adalah SDN Pangelen 1 Desa Pangelen Kecamatan Sampang, hingga saat ini gedung sekolah tersebut masih disegel oleh pihak ahli waris yang bernama Albiyah, kemudian SDN Rapa Laok 1 Desa Rapa Laok Kecamatan Omben yang terjadi pada awal 2012 lalu, SDN Pangerreman Kecamatan Ketapang, dan banyak lagi SD yang lainnya. Menurutnya hal tersebut merupakan kesalahan pemerintah dimasa lalu.
Kepala Dinas Pendidikan Heri Purnomo melalui Kepala Bidang Tendik (Tenaga Pendidik dan Pendidikan) Sumadi, menjelaskan tentang pembebasan tanah.
“Kalau tidak ada masalah kenapa kami harus membebaskan dari mana kami mendapatkan dananya, sedangkan pemerintah tidak ada program untuk pembebasan tanah sekolah,” ungkapnya.





Analisis kelompok        :
        Menurut informasi warga sekitar yang kami ambil dari internet  “Sebenarnya pihak pemilik tanah tidak keberatan atas bangunan SD ini, asalkan apabila sekolah dapat bantuan pembangunan gedung, dia (ahli waris) yang akan mengerjakan nantinya, dan permintaannya apabila setiap kali sekolah mendapat rehabilitasi ataupun bangun gedung baru, sampai kapanpun dia yang akan mengerjakan, Selain itu Permasalahan lain juga seperti perjanjian sebagian sudah ada ikatan perjanjian antara pihak sekolah dalam hal ini pihak Dinas Pendidikan dengan pemilik tanah, asalkan tenaga pesuruh atau penjaga sekolah tersebut berasal dari pihak keluarga dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka pihaknya tidak akan mempermasalahkan perihal tanah tersebut,” ungkapnya.
Jika dikaji dari sudut pandang hukum adminstrasi Negara maka kasus ini masuk dalam hukum perdata. Dapa diselesaikan melalui :
I. Melalui Upaya Administrasi (vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU no. 5 tahun 1986)
Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hokum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri.
Bentuk upaya administrasi:
1. Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan Keputusan yang bersangkutan.
2. Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan itu.

II. Melalui Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun 1986)
Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya Administrasi, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 pihak, yaitu:
  • Pihak penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat atau di daerah.
  • Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.

Namun pasti banyak kendala bagi pihak sekolah dalam menyelsaikan kasus ini, seharusnya pemerintah melalui dinas terkait punya tanggapan serius terhadap masalah ini.“Jika dibiarkan berlarut-larut tanpa adanya solusi ataupun penyelesaian secara serius maka yang akan menjadi korban adalah siswa yang tak berdosa, dan kasus tanah sengketa di sekolah-sekolah akan menjadi bom waktu yang mana pada suatu saat nanti akan bergejolak. Dan yang kita harapkan dari masalah kasus ini ialah sifat  sosial dari pemilik tanah atau ahli waris untuk Mengikhlaskan sesuai dengan kesepakatan awal dari pemilik tanah yang sebenarnya dan Pemerintahlah yang berperan sangat penting sebagai orang ketiga atau Fasilitator untuk menengahi dan menyelesaikan masalah ini.

KESIMPULAN
Kalau memang tanah tempat sekolah itu berdiri sudah dibeli kepada pemilik tanah, kenapa tidak ada surat ataupun akte jual belinya atau jika memang tanah tersebut dihibahkan kenapa tidak ada surat hibahnya, seandainya ada perjanjian hitam diatas putih, mungkin masalah ini tidak akan timbul dikemudian hari. Yang terjadi selama ini setelah orang yang dulu menjual atau yang menghibahkan tanah tersebut meninggal, maka ahli waris dari yang bersangkutan akan menuntut tanah tersebut karena surat tanah yang ada masih atas nama pemilik yang punya tanah atau ahli warisnya.